27 Agustus 1883: Krakatau Meledak Dahsyat, Bulan Jadi Biru
Liputan6.com, Selat Sunda : Hari ini, 130 tahun lalu, Selat Sunda bak
neraka. Gunung Krakatau yang tidur panjang selama 200 tahun menggeliat.
Ia tak sekadar meletus, melainkan meledakkan diri hingga hancur
berkeping-keping.
Puncaknya terjadi Senin, 27 Agustus 1883, tepat pukul 10.20, Krakatau
meletus dahsyat. Kekuatannya setara 150 megaton TNT, lebih 10.000 kali
kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki di
Jepang. Melenyapkan pulau dan memicu dua tsunami, dengan tinggi 40
meter, menewaskan lebih dari 35 ribu orang. Itu versi resmi.
Sejumlah laporan menyebut, korban mencapai 120 ribu. Kerangka-kerangka
manusia ditemukan mengambang di Samudera Hindia hingga pantai timur
Afrika sampai satu tahun setelah letusan.
Suara ledakan dan gemuruh letusan Krakatau terdengar sampai radius lebih
dari 4.600 km hingga terdengar sepanjang Samudera Hindia, dari Pulau
Rodriguez dan Sri Lanka di barat, hingga ke Australia di timur.
Letusan tersebut masih tercatat sebagai suara letusan paling keras yang
pernah terdengar di muka bumi. Siapapun yang berada dalam radius 10
kilometer niscaya menjadi tuli. The Guiness Book of Records mencatat
bunyi ledakan Krakatau sebagai bunyi paling hebat yang terekam dalam
sejarah.
"Akibatnya tak hanya melenyapkan sebuah pulau beserta orang-orangnya,
melainkan membuat mandeg perekonomian kolonial yang berusia
berabad-abad," demikian ungkap Simon Winchester, penulis buku Krakatoa:
The Day the World Exploded, August 27, 1883.
Letusan Krakatau juga menciptakan fenomena angkasa. Lewat abu
vulkaniknya. Abu yang muncrat ke angkasa, membuat Bulan berwarna biru.
Pasca letusan tersebut, Krakatau hancur sama sekali. Mulai pada 1927
atau kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, muncul
gunung api yang dikenal sebagai Anak Krakatau. Ia sangat aktif dan terus
bertumbuh. Akankah ia akan meletus seperti induknya? Tak ada yang tahu.
Anak Krakatau adalah satu dari 100 gunung berapi yang terus dipantau NASA melalui satelit Earth Observing-1 atau EO-1.
Ada dua alasan yang membuat NASA terus mengamati Anak Krakatau. Selain
karena terus-menerus bererupsi, ini juga dilatarbelakangi faktor
historis. (Ein/Yus)
http://news.liputan6.com/read/675780...ulan-jadi-biru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar